UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
: a. bahwa pembangunan nasional adalah
suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika
yang terjadi di masyarakat;
b.
bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan
mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional
sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,
merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan
bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi
Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan
manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya
bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi
kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi
berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f.
bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat
: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1.
Informasi Elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.
Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,
dan/atau media elektronik lainnya.
3.
Teknologi Informasi adalah suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,
menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.
Dokumen Elektronik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer
atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
5.
Sistem Elektronik adalah
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat.
7.
Jaringan Sistem Elektronik adalah
terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun
terbuka.
8.
Agen Elektronik adalah perangkat
dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9.
Sertifikat Elektronik adalah
sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang
memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.
Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah
lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan
diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat
keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda
tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik
yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.
Penanda Tangan adalah subjek hukum
yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.
Komputer adalah alat untuk memproses
data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika,
aritmatika, dan penyimpanan.
15.
Akses adalah kegiatan melakukan
interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16.
Kode Akses adalah angka, huruf,
simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci
untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17.
Kontrak Elektronik adalah perjanjian
para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.
Pengirim adalah subjek hukum yang
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19.
Penerima adalah subjek hukum yang
menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20.
Nama Domain adalah alamat internet
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat
digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan
karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.
Orang adalah orang perseorangan,
baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22.
Badan Usaha adalah perusahaan
perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum.
23.
Pemerintah adalah Menteri atau
pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang
ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.
Pasal
4
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2)
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
(3)
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini.
(4)
Ketentuan mengenai Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a.surat
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b.surat
beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta
notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam
hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.
Pasal
7
Setiap
Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan
Peraturan Perundang- undangan.
Pasal
8
(1)
Kecuali diperjanjikan lain, waktu
pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan
pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan
alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau
dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar
kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu
penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan
pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem
Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu
Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan
terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4)
Dalam hal terdapat dua atau lebih
sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a.
waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b.
waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
produk yang ditawarkan.
Pasal
10
(1)
Setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan.
(2)
Ketentuan mengenai pembentukan
Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)
Tanda Tangan Elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a.data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b.data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c.segala
perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d.segala
perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e.terdapat
cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f.terdapat
cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. (2) Ketentuan lebih
lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1)
Setiap Orang yang terlibat dalam
Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan
Elektronik yang digunakannya.
(2)
Pengamanan Tanda Tangan Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi:
a.
sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b.
Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;
c.
Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan
sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda
Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung
layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1.
Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
2.
keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang
berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
dan
d.
dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan
Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi yang terkait dengan Sertifikat
Elektronik tersebut. (3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekuensi hukum yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM
ELEKTRONIK Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal
13
(1)
Setiap Orang berhak menggunakan
jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3)
Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik terdiri atas:
a.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4)
Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti
kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode
yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b.
hal yang dapat digunakan untuk
mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c.
hal yang dapat digunakan untuk
menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal
15
(1)
Setiap Penyelenggara Sistem
Elektronik harus menyelenggarakan Sistem
Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya
Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik
bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal
16
(1)
Sepanjang tidak ditentukan lain
oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut:
a.
dapat menampilkan kembali
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa
retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b.
dapat melindungi ketersediaan,
keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c.
dapat beroperasi sesuai dengan
prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d.
dilengkapi dengan prosedur atau
petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat
dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut; dan
e.
memiliki mekanisme yang
berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban
prosedur atau petunjuk.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Pasal 17
(1)
Penyelenggaraan Transaksi
Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2)
Para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam
melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1)
Transaksi Elektronik yang
dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2)
Para pihak memiliki kewenangan
untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
(3)
Jika para pihak tidak melakukan
pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan
forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para
pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik
yang disepakati.
Pasal
20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para
pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim
Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2)
Persetujuan atas penawaran
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan
pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1)
Pengirim atau Penerima dapat
melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya,
atau melalui Agen Elektronik.
(2)
Pihak yang bertanggung jawab atas
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak
yang bertransaksi;
b.
jika dilakukan melalui pemberian
kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.
jika dilakukan melalui Agen
Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
Jika kerugian Transaksi Elektronik
disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga
secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4)
Jika kerugian Transaksi Elektronik
disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna
jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1)
Penyelenggara Agen Elektronik
tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal
23
(1)
Setiap penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan
prinsip pendaftar pertama.
(2)
Pemilikan dan penggunaan Nama
Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
Orang lain.
(3)
Setiap penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain
secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama
Domain dimaksud.
Pasal 24
(1)
Pengelola Nama Domain adalah
Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)
Dalam hal terjadi perselisihan
pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih
sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3)
Pengelola Nama Domain yang berada
di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,
situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai
Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
26
(1) Kecuali
ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan
atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal
27
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi.
Pasal
30
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.
Pasal 31
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan
di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3)
Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
32
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang
lain atau milik publik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.
(3)
Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal
34
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a.
perangkat keras atau perangkat
lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.
sandi lewat Komputer, Kode Akses,
atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi
dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2)
Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik
itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal
36
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian
bagi Orang lain.
Pasal
37
Setiap
Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem
Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)
Setiap Orang dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2)
Masyarakat dapat mengajukan gugatan
secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.
Pasal 39
(1)
Gugatan perdata dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Selain penyelesaian gugatan perdata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal
40
(1)
Pemerintah memfasilitasi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Pemerintah melindungi kepentingan
umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)
Pemerintah menetapkan instansi atau
institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4)
Instansi atau institusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan
pengamanan data.
(5)
Instansi atau institusi lain selain
diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya
sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1)
Masyarakat dapat berperan
meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
(2)
Peran masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat. (3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki
fungsi konsultasi dan mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal
42
Penyidikan
terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
Pasal
43
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
(2)
Penyidikan di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran
layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3)
Penggeledahan dan/atau penyitaan
terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus
dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam
melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.
menerima laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang
ini;
b.
memanggil setiap Orang atau pihak
lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi
sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan
ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini;
d.
melakukan pemeriksaan terhadap
Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
e.
melakukan pemeriksaan terhadap
alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap
tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang- Undang ini;
g.
melakukan penyegelan dan penyitaan
terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga
digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h.
meminta bantuan ahli yang
diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini; dan/atau
i.
mengadakan penghentian penyidikan
tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara
pidana yang berlaku.
(6)
Dalam hal melakukan penangkapan dan
penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua
pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada penuntut umum.
(8)
Dalam rangka mengungkap tindak
pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja
sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.
Pasal 44
Alat
bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut
ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.
alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Pasal 46
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Pasal
48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
50
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
51
(1) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual
terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik
dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau
Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga
pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas
penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing
Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
53
Pada
saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan
kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 21 April 2008
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April
2008
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG
PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I. UMUM
Pemanfaatan Teknologi
Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan
melawan hukum.
Saat ini telah lahir
suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.
Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia
maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir
mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan
sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya
mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup
jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak
atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga
digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan
penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media
elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara
teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi
informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan
karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan
peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup
komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan
substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process,
output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu,
dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya
ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu
negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan
transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di
Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting,
mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum
acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan
untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam
waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih
luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi
bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika
(telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan
ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan
komunikasi.
Kegiatan melalui media
sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun
bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan
ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan
hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal
adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang
dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal
itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan
teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara
optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di
cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial,
budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan
sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa
kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak
optimal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Undang-Undang
ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang
berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi
juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum
(yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing
atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum
di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau
universal. Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah
meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional,
perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan
keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
“Asas
kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya
yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
“Asas
manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Asas
kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus
memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi
dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
“Asas
iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi
Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain
tersebut.
“Asas
kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan
teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan
datang.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat
1
Cukup
jelas.
Ayat
2
Cukup
jelas.
Ayat
3
Cukup
jelas.
Ayat
4
Huruf
a
Surat
yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Pasal 6
Selama
ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di
atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat
dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup
Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi
untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi
dari salinannya. Pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya
suatu hak.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Yang
dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta
status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok,
penyelenggara maupun perantara;
b.
informasi lain yang menjelaskan
hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang
dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Pasal 10
Ayat
(1)
Sertifikasi
Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan
audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan
ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home
page) pelaku usaha tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 11
Ayat
(1)
Undang-Undang
ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu
kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan
manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan
seluas- luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau
proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Ayat
(2)
Peraturan
Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan
proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus
dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat
(1)
“Andal”
artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya. “Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan
nonfisik. “Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki
kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Ayat
(2)
“Bertanggung
jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang
ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan
Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab,
efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pilihan
hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang
dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat
sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi
Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan
penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam
hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip
atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang
berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum
yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang
dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum
tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam
hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku
berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut
dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan
efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle
of effectiveness).
Pasal 19
Yang
dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya
prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.
Pasal 20
Ayat
(1)
Transaksi
Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa,
antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal
identification number/PIN) atau sandi lewat (password). Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam
surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada
pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang
disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi
ulang. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat
(1)
Nama
Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar
pertama (first come first serve). Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan
dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak
diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek
dan paten.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar,
nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada
intinya merugikan Orang lain.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran
dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau
menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan
nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang
sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai
karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri,
dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang- Undang ini dengan memperhatikan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat
(1)
Dalam
pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu
bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian
sebagai berikut:
a.
Hak pribadi merupakan hak untuk
menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b.
Hak pribadi merupakan hak untuk
dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c.
Hak pribadi merupakan hak untuk
mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 27
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Secara
teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat
dilakukan, antara lain dengan:
a.
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan
atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak
berhak untuk menerimanya; atau
b.
sengaja menghalangi agar informasi dimaksud
tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan
pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem
pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke
dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna
beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk
mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh
lembaga penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup
jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk
oleh masyarakat” merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi
dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup
jelas.
Pasal 43
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Cukup
jelas.
Huruf
d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Cukup
jelas.
Huruf
g
Cukup
jelas.
Huruf
h
Yang
dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun
praktis mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf
i
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Cukup jelas.
Ayat
(7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup
jelas.
Pasal 45
Cukup
jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup
jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup
jelas.
Pasal 50
Cukup
jelas.
Pasal 51
Cukup
jelas.
Pasal 52
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan
oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang
memiliki kapasitas untuk:
a.
mewakili korporasi;
b.
mengambil keputusan dalam korporasi;
c.
melakukan pengawasan dan pengendalian dalam
korporasi;
d.
melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup
jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843
PERATURAN DAN REGULASI (Perbandingan
Cyber Law, Computer Crime Act (malaysia) ,Council Of Europe Convention On Cyber
Crime)
Cyber law adalah seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia
maya. Cyber law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya karena
dianggap aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh
kehidupan yang sebenarnya (riil). Mungkin bila kita melihat bila di dunia maya
ini telah ada suatu kebiasaan-kebiasaan yang mengikat ‘masyarakatnya’, dan para
Netizens (warga negara dunia maya) telah mengikuti aturan tersebut dan saling
menghormati satu sama lain. Mungkin tidak perlu sampai ada cyber law, karena
dianggap telah terjadi suatu masyarakat yang ideal dimana tidak perlu adanya
‘paksaan’ hukum dan penjamin hukum.
Dilihat dari ruang lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai “online”
dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam
pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu
prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi
elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui
internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan
internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government,
e-tax, e learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya
semata-mata mencakup aturan yang
mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers),
manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara
(intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks
demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim
hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama. Cyber Law akan
menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para akademisi dan
masyarakat secara umum, sehingga
keberadaannya harus kita dukung.
- COMPUTER
CRIME ACT ( MALAYSIA )
Computer Crime Act ( malaysia ) Adalah sebuah
undang-undang untuk menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalahgunaan computer di malaysia. CCA
diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan pemerintah Malaysia
terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan computer dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber
Law(Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh
Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan
dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan
dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta
Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang
dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah
komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode
atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan
penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
- COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON
CYBERCRIME
Council of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan
yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal
ini.
Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan hukum yang mengatur
segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di Eropa yang berlaku
pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani segala tindak
kejahatan dalam dunia IT.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak
pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime juga terbuka bagi bagi Negara
non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama tentang kejahatan didunia maya
atau internet terutama pelanggaran hak cipta atau pembajakkan dan pencurian
data.
Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah untuk meningkatkan rasa aman bagi
masyarakat terhadap serangan cyber crime, pencarian jaringan yang cukup luas,
kerjasama internasional dan penegakkan hukum internasional.
Jadi Untuk perbandingannya Cyberlaw
adalah hokum yang ada diindonesia dalam mengani segala tindak kejahatan
internet maupun jaringan komunikasi.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Negara
Malaysia tentang undang-undang ti pada tahun 1997 tentang tindak kejahatan
internet dan pelanggaran hak cipta/
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Konvensi Eropa Cyber
Crime) adalah konvesi perjanjian internasional yang mengatur segala tindak
kejahatan internet atau hak cipta serta penegakkan hokum dan menjalin kerjasama
internasional.
Kesimpulan yang bisa
saya ambil dari UU ITE adalah :
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bias disingkat dengan UU ITE dengan
cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan
undang-undang yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
1. Sisi Positif UU ITE
Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi
positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para
wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan
berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi
ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah
penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan
penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang
merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem
elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi
misalnya transaksi dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti
pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat
transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir
adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar
Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada
pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak
daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang
ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
2.
Sisi Negatif UU ITE
Selain
memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh
kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga
sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik
lewat internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari
onsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini
seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE
juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak
kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam
berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk mengeluarkan pendapat.
Undang-undang ini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang. Maka dari itu
muncul suatu gagasan untuk merevisi undang-undang tersebut.
Kesimpulan yang bisa
saya ambil dari Cyber Law adalah :
Kesimpulan perbandingan dari ketiganya yaitu cyber law merupakan
seperangkat aturan tertulis yang dibuat negara untuk menjamin aktivitas
warganya di dunia maya, sanksinya dapat berupa hukuman, pelarangan dan
lain-lain. Dalam kenyataannya cyber ethics dapat menjadi suatu alternatif dalam
mengatur dunia cyber, meskipun tidak menutup kemungkinan cyber ethics menjadi cyber
law, hal ini tentu berulang kepada kita sendiri. Sedangkan Computer crime act
adalah undang-undangnya, dan Council of europe convention on cyber crime
merupakan salah satu organisasinya. Dari
ketiganya mempunyai keterikatan satu sama lain.
Referensi:
http://disahalsa.blogspot.com/2013/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html